Monday, November 26, 2007

berBaurTapiTidakLebur

Tidak mudah memang, bergaul dengan kehidupan masyarakat yang sangat beragam. Apalagi bila pada saat yang sama kita juga dituntuk tetap EKSIS, SURVIVE, dan tetap ISTIQOMAH. Ibarat berenang di air asin, kita seperti berjuang untuk mengapung dan tidak tenggelam, karena di situlah letak kehidupan kita. Tetapi, pada saat yang sama kita dituntut bagaimana tidak turut menjadi asin.

Logika ini berlaku untuk setiap muslim, untuk setiap aktifis da'wah, juga untuk setiap orang yang ingin menyeimbangkan antara eksistensi dirinya sebagai muslim dengan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Menyeimbangkan antara tuntutan dirinya sebagai hamba Allah dengan tuntutan dirinya sebagai anggota masyarakat. Baik masyarakat kecil di keluarganya, masyarakat sedang di lingkungannya, atau masyarakat besar di dunia ini. Ya, itu merupakan tuntutan menyeimbangkan antara idealita dan realita. Karena alam realita memiliki sunnahnya sendiri, sebagaimana alam idealisme memiliki sunnahnya sendiri.

Logika ini juga berlaku bagi komunitas apa pun, bagi sebuah golongan seperti apa pun. Apalagi bagi sebuah organisasi da'wah. Itu pula yang mengantarkan kita kepada logika bahwa dunia ini sangat beragam isinya. Di tengah keberagamannya itu kita hidup. Agama ini juga tidak mengajarkan agar kita membangun sebuah eksklusifisme yang sempit. Kalaulah itu yang dimaksud Allah dalam penciptaan manusia ini, tentu apa arti firman-Nya yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan berbangsa dan bersuku untuk saling mengenal.

Keberagaman isi dunia menjadi sunnah tersendiri bagi kehidupan ini. Ia semacam ekosistem yang saling kait-mengkait, tunjang menunjang, dukung mendukung. Orang miskin ada untuk menjadi tempat bersedekah bagi orang kaya. Orang bodoh ada untuk tempat beramal bagi orang-orang pintar. Orang besar ada untuk membantu orang-orang kecil. Manusia, dengan beragam suku, bangsa, ras, bahasa, budaya, dan cita rasanya, adalah khazanah kehidupan yang niscaya ada.

Segalanya berpulang kepada kita masing-masing. Karena tuntutan Allah agar kita menjaga diri dari api neraka, misalnya, juga diiringi dengan perintah menjaga keluarga: masyarakat terkecil kita. Dalam lingkup masyarakat yang lebih besar, Allah mengancam orang-orang yang masa bodoh dengan kondisi masyarakat yang rusak. Kelak, bila Allah menurunkan adzab-Nya, orang-orang baik yang tak peduli dengan kerusakan itu justru yang pertama diadzab.

Kita memang harus berbaur dengan masyarakat, tetapi tidak melebur dalam kerusakan mereka.

Wallahu'alam bishawab.
(edited f. Tarbawi edisi13,th.2)

2 comments:

Anonymous said...

Sepakat Bung...

Belly Surya Candra Orsa said...

Great Blog..!!!! Keep Blogging.... : )