Monday, November 26, 2007

berBaurTapiTidakLebur

Tidak mudah memang, bergaul dengan kehidupan masyarakat yang sangat beragam. Apalagi bila pada saat yang sama kita juga dituntuk tetap EKSIS, SURVIVE, dan tetap ISTIQOMAH. Ibarat berenang di air asin, kita seperti berjuang untuk mengapung dan tidak tenggelam, karena di situlah letak kehidupan kita. Tetapi, pada saat yang sama kita dituntut bagaimana tidak turut menjadi asin.

Logika ini berlaku untuk setiap muslim, untuk setiap aktifis da'wah, juga untuk setiap orang yang ingin menyeimbangkan antara eksistensi dirinya sebagai muslim dengan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Menyeimbangkan antara tuntutan dirinya sebagai hamba Allah dengan tuntutan dirinya sebagai anggota masyarakat. Baik masyarakat kecil di keluarganya, masyarakat sedang di lingkungannya, atau masyarakat besar di dunia ini. Ya, itu merupakan tuntutan menyeimbangkan antara idealita dan realita. Karena alam realita memiliki sunnahnya sendiri, sebagaimana alam idealisme memiliki sunnahnya sendiri.

Logika ini juga berlaku bagi komunitas apa pun, bagi sebuah golongan seperti apa pun. Apalagi bagi sebuah organisasi da'wah. Itu pula yang mengantarkan kita kepada logika bahwa dunia ini sangat beragam isinya. Di tengah keberagamannya itu kita hidup. Agama ini juga tidak mengajarkan agar kita membangun sebuah eksklusifisme yang sempit. Kalaulah itu yang dimaksud Allah dalam penciptaan manusia ini, tentu apa arti firman-Nya yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan berbangsa dan bersuku untuk saling mengenal.

Keberagaman isi dunia menjadi sunnah tersendiri bagi kehidupan ini. Ia semacam ekosistem yang saling kait-mengkait, tunjang menunjang, dukung mendukung. Orang miskin ada untuk menjadi tempat bersedekah bagi orang kaya. Orang bodoh ada untuk tempat beramal bagi orang-orang pintar. Orang besar ada untuk membantu orang-orang kecil. Manusia, dengan beragam suku, bangsa, ras, bahasa, budaya, dan cita rasanya, adalah khazanah kehidupan yang niscaya ada.

Segalanya berpulang kepada kita masing-masing. Karena tuntutan Allah agar kita menjaga diri dari api neraka, misalnya, juga diiringi dengan perintah menjaga keluarga: masyarakat terkecil kita. Dalam lingkup masyarakat yang lebih besar, Allah mengancam orang-orang yang masa bodoh dengan kondisi masyarakat yang rusak. Kelak, bila Allah menurunkan adzab-Nya, orang-orang baik yang tak peduli dengan kerusakan itu justru yang pertama diadzab.

Kita memang harus berbaur dengan masyarakat, tetapi tidak melebur dalam kerusakan mereka.

Wallahu'alam bishawab.
(edited f. Tarbawi edisi13,th.2)

Tuesday, November 20, 2007

Abdurrahman Bin 'Auf

Tatkala Rasulullah saw. dan para sahabat beliau diijinkan Allah hijrah ke Madinah. Abdurrahman menjadi pelopor bagi orang-orang yang hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya. Dalam perantauan, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang muhajirin dan orang-orang Anshar. Maka Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi' al-Anshari r.a.

Pada suatu hari Sa'ad berkata kepada saudaranya, Abdurrahman, "Wahai saudaraku Abdurrahman! Aku termasuk orang kaya di antara penduduk Madinah. Hartaku banyak. Saya mempunyai dua bidang kebun yang luas, dan dua orang pembantu. Pilihlah olehmu salah satu di antara kedua kebun itu, kuberikan kepadamu mana yang kamu sukai. Begitu pula salah seorang di antara kedua pembantuku, akan kuserahkan mana yang kamu senangi, kemudian aku nikahkan engkau dengan dia."

Jawab Abdurrahman bin Auf, "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepada Saudara, kepada keluarga Saudara, dan kepada harta Saudara. Saya hanya akan minta tolong kepada Saudara menunjukkan di mana letaknya pasar Madinah ini."

Sa'ad menunjukkan pasar tempat berjual beli kepada Abdurrahman. Maka, mulailah Abdurrahman berniaga di sana, berjual beli, melaba dan merugi. Belum berapa lama dia berdagang, terkumpullah uangnya sekadar cukup untuk mahar menikah. Dia datang kepada Rasulullah memakai harum-haruman. Beliau menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata, "Wah, alangkah wanginya kamu, hai Abdurrahman."

Kata Abdurrahman, "Saya hendak menikah ya Rasulullah."

Tanya Rasulullah, "Apa mahar yang kamu berikan kepada istrimu?"
Jawab Abdurrahman, "Emas seberat biji kurma."

Kata Rasulullah, "Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."

Kata Abdurrahman, "Sejak itu dunia datang menghadap kepadaku (hidupku makmur dan bahagia). Hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka dibawahnya kudapati emas dan perak."

Siapa Abdurrahman bin ‘Auf?

  1. Adalah seorang shahabat yang pernah membagikan 700 kendaraan yang syarat dengan muatan kepada penduduk Madinah.
  2. Adalah seorang shahabat yang menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar dan dibagikanya kepada keluarganya, para istri nabi, dan kaum fakir miskin.
  3. Adalah seorang shahabat yang menyerahkan 500 ekor kuda untuk perlengkapan bala tentara Islam dan dihari lain 1500 kendaraan
  4. Adalah seorang shahabat yang mewasiatkan 50 ribu dinar untuk jalan Allah dan 400 dinar untuk para veteran perang Badar
  5. Adalah sahabat yang dikatakan Rasulullah bahwa akan masuk surga dengan merangkak (karena surga sudah dekat sekali kepadanya)

Nilai-nilai tersebut adalah nilai saat itu, jika ingin mengetahui nilai sebenarnya harus dikonversikan ke nilai saat ini. Kuda dan unta tidak bisa dikonversi ke harga kuda dan unta saat ini, tetapi harus dikonversi ke harga kendaraan saat ini, karena kuda dan unta saat itu sebagai kendaraan utama. Begitu juga untuk uang harus dikonversikan ke nilai saat ini.

Itulah Abdurrahman bin ‘Auf, seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia dimana juga adanya ….Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus niagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan …..

Dan banyak lagi kebaikan serta kemuliaan dari seorang Sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah akan masuk surga...

Belajar Kepada Abdurrahman bin ‘Auf

Ada beberapa poin yang bisa kita pelajari dari kehidupan beliau. Beberapa pelajaran yang bisa mengubah paradigma keliru atau mitos tentang keberhasilan dalam berusaha dan harta.

  1. Bukan harta yang menentukan kita masuk surga atau neraka. Ada, atau bahkan mungkin banyak orang yang beranggapan bahwa untuk meraih akhirat mereka meninggalkan dunia. Sementara Abdurrahman bin ‘Auf adalah orang yang sangat kaya raya tetapi mendapat jaminan masuk surga. Harta akan menyebabkan kita masuk neraka jika mendapatkannya dan membelanjakannya dengan cara yang tidak diridlai oleh Allah SWT
  2. Modal uang bukan satu-satunya modal dalam berusaha. Saat Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Rabi’, seroang penduduk Madinah yang kaya, menawarkan setengah harta dan seorang istri. Tetapi Abdurrahman bin ‘Auf menolaknya dengan baik dan memintanya untuk ditunjukan letak pasar. Beliau pergi ke pasar dan berdagang di sana sampai memperoleh keuntungan. Beliau tidak meminta uang ke shahabatnya.
  3. Manajemen waktu yang baik. Seperti disebutkan di atas, bahwa beliau meskipun seorang saudagar kaya, tetapi hidupnya tidak untuk dagang saja. Beliau rajin datang ke masjid beliau juga ikut berperang. Beliau adalah salah satu tentara saat perang Badar, perang Uhud, dan beberapa peperangan lainnya.
  4. Bersih. Beliau selalu berniaga dengan modal dan barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram dan syubhat.
  5. Belanja di jalan Allah tidak akan menghabiskan harta. Teladan dari beliau adalah salah satu bukti bahwa dengan membelanjakan harta di jalan Allah tidak akan membuat kita miskin.
  6. Tidak bermewah diri. Dalam cerita yang lain, jika seseorang yang belum mengenal beliau saat bersama dengan para pelayannya, maka orang tersebut tidak akan membedakan mana majikan, mana pelayan.

Dicari : Abdurrahman bin Auf Masa Kini

kehadiran Abdurrahman bin ‘Auf saat ini akan sangat membantu pergerakan dakwah kita. Bukankah banyak sekali agenda dakwah yang memerlukan biaya tidak sedikit? Mungkin tidak harus sekaya beliau, cukup
lebih baik dari keadaan saat ini beberapa kali lipat saja, sungguh akan sangat membantu pergerakkan dakwah kita.
Namun pertanyaannya, bagaimana membentuk Abdurrahman bin ‘Auf-Abdurrahman bin ‘Auf masa kini? Jika kita melihat dari pelajaran yang kita ambil dari Abdurrahman bin ‘Auf, untuk menjadi seperti beliau kita harus mau mendidik diri sendiri memiliki sikap dan keterampilan seperti beliau. Sikap dan keterampilan adalah hal yang bisa kita pelajari, bisa dipelajari oleh semua orang, sementara sikap dan keterampilan ini adalah modal utama dalam berbisnis. Mengenai modal uang, bisa mengikuti jika kita telah memiliki sikap dan keterampilan yang memadai. Sudah terlalu banyak contoh orang yang berhasil dalam bisnis tanpa modal uang atau dengan modal uang yang sedikit.

Kegiatan dakwah pun tidak bisa menjadi alasan untuk tidak berusaha. Puluhan bekas luka ada di tubuh Abdurrahman bin ‘Auf, giginya rontok akibat perang, ke masjid pun tetap rajin, tetapi tidak menghalangi beliau untuk sukses sebagai seorang saudagar. Sebaliknya, kegiatan bisnis pun tidak bisa menjadi alasan untuk tidak berdakwah dan jihad, sebab Abdurrahman bin ‘Auf adalah contoh sempurna yang bisa mengatur kehidupan ibadah, berdakwah, jihad, dan berdagang. Semoga hal ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

(disarikan dari berbagai sumber)

Sunday, November 18, 2007

Habis nemu, ini ada pelajaran pancasila, kayak pas SD dulu...

Pancasila (Indonesia)
satu : Ketuhanan yang maha Esa
dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
tiga : Persatuan Indonesia
empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Limo sila (Jawa)
siji: Gusti Alllah ora ono koncone
loro: Dadi wong kudu sing adil lan ojo kejem-kejem
telu: Indonesia bersatu kabeh
papat: karo tonggo-tonggo nek ono masalah diomongno bareng-bareng opo o
limo: keadilan kuwi gawe kabeh wong sak-indonesia

Pancasila (Sunda)
hiji: Gusti Allah eta sorangan sareng ageng pisan
dua: ka sorangan teh sikapna kudu sami, ulah ngabeda-beda keun..
tilu: Indonesia kuduna mah jadi hiji
Opat: Ra’yat Indonesia sae na pang mutuskeun sagala teh disepakatkeun heula. Kedah bager lan bijaksana
Lima: Ceunah teh sikap sosialna kudu adil hiji sareng batur.

Pancasila (Batak Toba)
Sada: Dang adong na pajago-jagohon di jolo ni Debata
Dua : Maradat tu sude jolma
Tolu : Punguan ni halak Indonesia
Opat : Marbadai … marbadai, dungi mardame
Lima : Godang pe habis saotik pe sukkup

Gangsal Silo (jawa kromo)
kaping setunggal: Gusti ingkang Maha satunggal
Kaping kalih: Tiang ingkang Adil lan beradab
kaping tiga: persetunggalan Indonesia
kaping sekawan: Kerakyatan ingkang dipimpin kaliyan hikmat lan kewicaksonoan dateng permusyawaratan ingkang diwakilkan.
kaping gangsal:Adil kang sosial kangge sakabehe tiang Indonesia

Pancasila (Palembang)
sute: Tuhan ne sute tu’la
due: jelme harus khapat same rate
tige: jelme Indonesia ne bersatu padu
empat: jeleme Indonesiane diketuci ngai hikmah dimane ngedapatkan
jawaban dadi gegale masalah
Leme: kesameratean hidup ne jelmekangok Indonesia…

Pancasila (Ambon)
1. Torang samua tawu cuma ada Tuang Allah yaitu Tete manu…
2. Orang ambon samu harus tau adat
3. acang deng obet harus bisa bakubae
4. Paitua deng maitua harus bae-bae di rumah rakyat
5. samu harus bisa jaga diri karna ambon lapar makan orang……. …

Pancasila (Manado)
1. Cuma boleh ba satu Tuhan
2. Selalu adil kong ja pake ontak
3. Torang samua satu, Bangsa Indonesia
4. Tu rakyat musti slalu bakumpul kong bicara bae-2 spy slalu ada kaputusan gagah yg semua trima deng nang hati.
5. Voor seluruh rakyat Indonesia, nyanda ada tu jabaku kase beda-2 perlakuan.

Pancasilo (Padang)
ciek: Bintang Basagi Limo
duo: Rantai pangikek kudo
tigo: pohon baringin gadang ta’mpek kito bacinto
ampek: kapalo banteng bataduk duo
limo: padi jo kapeh pambaluik nan luko..

ada yang aneh??? ya semua aneh , tp yang Padang itu lucu banget. Haha
Tetes demi Tetes...

"ketika diri tiada berdaya, tiada lagi kekuatan, Kepada siapa lagi berharap dan bergantung ? Ya, hanya kepadaMu ya Rabb, yang Maha Kuat, untuk memberikan kekuatan kepadaku tuk arungi kehidupanku"

Malam itu adalah perjuangan untuk berusaha bertahan dalam lelah dan lemahnya jiwa serta fisik. Setelah beberapa hari terbebani berbagai masalah pelik yang tak segera terpecahkan, pikiran yang penuh beban. Aktivitas melelahkan, namun tidak dibarengi istirahat yang cukup, belum lagi makan yang ga teratur, ya akhirnya sakitpun menyerang. Ga tau sakit apa, yang jelas selama 3 hari perut seperti menolak kehadiran makanan. Ya akhirnya cuma makan mie ayam, atau jajan gorengan aja. Di hari kedua, sudah muncul indikasi sebenarnya, pencernaan di perut sudah agak ga wajar, sampai akhirnya semua makanan yang masuk perut benar-benar ditolak mentah2...

Ketika makanan di"paksa" masuk karena sudah 2 hari ga terisi nasi, maka perutpun semakin kasar untuk memaksa keluar apa aja yang masuk. Seteguk air yang dimasukkan, eh berteguk-teguk yang dipaksanya keluar...

Yah, akhirnya pasrah, mw gimana lagi, makan salah, minum salah, ya akhirnya cuma tiduran aja di kamar.
Besok paginya badan mulai lemes, kaya ga ada tenaga..

Pas sorenya, kayaknya udah ga kuat lagi, kepala terasa "ringan" banget, kaya ga ada isinya dan ga ada darah yang mengalirinya.

Baru ba'dha isya, ada seorang teman yang memahami kondisi saya, dan bersedia untuk mengantar ke rumah sakit.
Kehadirannya bagai "malaikat" penolong, dengan di bonceng motor, aku diantarnya. Mulai ngurus administrasi sampai tetek bengeknya aku sudah ga tau, yang aku tahu cuma dokter dan perawat yang mulai "menginterogasiku" dengan buanyak pertanyaan. Semua pertanyaan dokter kujawab semuanya, tak ada satupun jawaban yang terlewatkan, ya... tentu saja karena pertanyaannya ga sesulit pertanyaan asisten pas ujian modul praktikum...

Setelah beberapa lama akhirnya, dokter memberikan resep, resep itu ga diberikan ke aku, tapi malah di berikan ke temenku tadi (yo mesti toh le...). Dan lagi2 temenku itu harus "wira-wiri" nyarikan resep obat dari dokter, belum lagi kadang harus keluar rumah sakit buat fotokopi beberapa surat-surat (pake ASKES soalnya, cari gratisan, wajar kan anak kos), atau kadang obat di apotek yang kebetulan kosong...

Tanpa ngomong sakit apa ke aku, dokter itu menyuruh perawat untuk menyuntikkan beberapa obat, dan menyuntikkan selang infus ke pergelangan tangan (pake jarum suntik tentunya, bukan pake jarum jahit).
Setelah menunggu beberapa menit, kok ga terasa sakit, cuma rasanya tanganku dipegangi lebih dari 2 orang, apa sekarang sudah ada teknologi baru, infus tanpa suntik (karena saat itu aku pas "merem"). Ketika aku coba melihat ke arah "mereka", ternyata yang mau nyuntik mungkin "perawat anyaran". Dengan suara setengah berbisik saya mendengar dia ngomong "ndredek" ke temannya. Waduh, jangan sampe terulang cerita si "temenku" tadi yang saking seringnya dia masuk RS sering pula dijadikan obyek "latihan" oleh para perawat. Sering berkali kali "salah coblos" katanya...

Alhamdulillah setelah cukup lama, akhirnya perawat itu "berhasil" menunaikan tugasnya.

Tetes-tetes itu begitu lambat mengaliri tubuhku, sungguh tidak sabar rasanya, ingin tak lepas botolnya lalu tak minum air di botol itu. Tapi, perawat itu pasti mengira kalo saya sakitnya ga biasa, agak sakit pula akalnya (Alhamdulillah pikiranku masih normal), bisa-bisa dapat rujukan ke RSJ, kalo sudah gitu kasihan temen saya tadi, jadi tambah repot lagi...

Malam itu kulewati dengan empuknya kasur rumah sakit (kasur kosan sudah bantat soalnya). Dan hanya bisa berdoa semoga Allah senantiasa mengaruniakan "kesehatan" padaku. ya, Minimal sehat ruhaniku..

Setelah cukup puas menyedot selang infus,akhirnya energi yang terserak itu kembali lagi ke tubuh ini... cuma habis dua botol (sebenarnya kalo boleh minta lagi, mumpung gratis) akhirnya dibolehkan pulang sama pak dokternya.
Alhamduliillah ya Allah, meski cuma semalam, tapi setidaknya ini mengingatkanku akan begitu "mahalnya" arti KESEHATAN, sebuah karuniaMu yang sering kulalaikan, ampuni hamba ya Rabb...

Dan lagi-lagi pulangnya diantar oleh "teman" setiaku tadi ke rumah paklekku, karena biar ada perawatan lebih intensif disana...


"suwun sing uakeh PUT, Gusti Allah sing mbales... wis ngrepotne awakmu, bengi-bengi olahraga muteri rs haji... Aku mek iso ndongakke, muga-muga lancar kuliahmu, kepenak rezekimu, cepet jodomu (dongakno aku sisan)... Ojo melekan ngurusi "RUMPUT SAWAH"mu
terus, tugas beton-mu kuwi garapen"

Friday, November 02, 2007

Ma’iyatullah dan Optimisme Kader Dakwah

Taujihat ini ditujukan kepada seluruh prajurit dakwah dimanapun berada, yang pantang mengenal lelah walaupun harus mendaki gunung dan mengarungi lautan agar keharuman dakwah Islam dinikmati seantero dunia

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,

Masih amat membekas di benak kita kisah tentang keteladanan seorang penggembala kambing di zaman Khalifah Umar ra. Inilah sosok pemuda yang akan terus menjadi ‘icon’ dakwah sepanjang masa. Betapa tidak, di tengah himpitan dan kerasnya pergulatan hidup ini tidak sekeping pun dari keimanannya, keyakinannya digadai, ditukar atau bahkan dijual demi mendapatkan kenikmatan hidup yang sesaat ini. Yang menarik dari kisah ini adalah kata kunci yang menjadi eye catching dari keseluruhan kisah ini yaitu “fa aina Allah?”. Kalimat sederhana itu mengalir dari lidah tegar penuh optimis seorang mukmin sejati. Kalimat “fa aina Allah”’ itu tidak dialamatkan untuk mencuri perhatian Khalifah Umar RA atau sengaja ditujukan untuk mencari muka –carmuk—seperti yang sering dipertontonkan kebanyakan masyarakat di negeri ini saat kunjungan para pejabat ke mereka. Dia tidak lahir begitu saja, akan tetapi kalimat spektakuler ini dilafalkan dari sanubari hati yang paling dalam karena mahabbah kepada Allah SWT.

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,

Demikianlah sikap kita dalam menjalani kehidupan dakwah ini. Sepanjang kultur “fa aina Allah” telah meresap dalam-dalam pada diri kita, inilah modal awal kita membangun optimisme dakwah. Bayangkan, seorang penggembala kambing yang hidup di tengah gurun, jauh dari pantauan siapa pun, tidak tersentuh teknologi tinggi –350 tahun lalu—mampu merekonstruksi ma’iyatullah begitu indah. Sudah barang tentu tidak sulit bagi kita merekonstruksi dan menghayati nilai-nilai ma’iyatullah di era teknologi informasi sekarang ini. Allah SWT sudah pasti dan selalu menyertai hamba-hamba-Nya yang beramal, bergerak, berjuang, dan berjihad demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Keyakinan ini sudah selayaknya menghujam pada diri kita,

Intanshurullah yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum.” (Q.S. 47/Muhammad: 10);

Alladziina jaahadu fiina lanahdiyannahum subuulana wa innalaaha la ma’al muhsinin .”(Q.S. 29/Al-Ankabut: 29).

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,

Ma’iyatullah harus diartikan bahwa perjuangan menegakkan dien yang hak melalui jalan dakwah dengan ahdaf dan qararat di dalamnya pasti didukung, ditolong, dan dibela Allah SWT beserta bala tentaranya. Inilah fondasi dalam merangkai optimisme untuk memetik kemenangan demi kemenangan di jalan dakwah ilallah. Tidak boleh sedikit pun terbesit keputusasaan, pesimistis dan kehilangan harapan di dalam diri kita. Bahkan, sifat seperti ini dilarang Allah,

“…walaa tahinuu fibthigho’il qoum…(Q.S. 4/An-Nisaa’: 104).

Ma’iyatullah selalu berbuah ta’yidullah. Artinya, dukungan dan pertolongan berupa apa saja pasti Allah berikan kepada pembela, penolong, dan penegak dienullah ini.

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,

Tidak boleh ada keraguan bagi kita. Dakwah ini, cepat atau lambat, Allah SWT akan perlihatkan kemenangan itu dengan kita saksikan sendiri atau kita sudah bersaksi di hadapan Allah. Kesertaan dan penyertaan Allah dalam kehidupan ini mesti tercermin dalam setiap gerak-gerik kita. Untuk itu perlu muhafazhah atau penjagaan ma’iyatullah ini agar tetap berada di sekitar kita. Isyarat-isyarat kemenangan banyak Allah SWT paparkan di dalam Al-Qur’an al-karim, salah satunya adalah dalam surat Al-Anfaal: 45-47.

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan, \”Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.\” Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata, \”Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.\” Dan Allah sangat keras siksa-Nya.

Inilah dhawabith yang akan senantiasa menjaga mai’yatullah kita.

  1. Bersikap tsabat Kehadiran, keterlibatan, dan keterikatan kita dalam dakwah ini adalah pilihan sekaligus iradah Allah. Artinya, kita secara sadar dan penuh kesadaran telah memilih jalan ini, untuk kemudian tekad suci ini bertemu dengan kemauan dan kehendak Allah. Jadilah dia sebuah ketegaran, keteguhan, tsabat yang tidak mudah diguncang oleh kekuatan sebesar apapun kecuali oleh sang Pemilik kekuatan itu sendiri. Inilah jamaah dakwah yang kita telah beriltizam di dalamnya. Kita patuhi amarannya, baik dalam susah ataupun senang, baik dalam keadaan lapang atau pun sempit. Bergerak, berputar bersama jamaah ini kemana pun dia bergerak menuju ridha Allah SWT dengan pencapaian ahdaf sebesar-besarnya hingga tegaknya khilafatullah fil ardh.
  1. Banyak-banyak dzikrullah Sikap tsabat mengantarkan seseorang untuk senantiasa dzikrullah, mengingat perintah-Nya, mengingat larangan-Nya, membesarkan asma-Nya, menyucikan dzat-Nya dan memuji kebesaran-Nya. Kesibukan dzikrullah akan mengantarkan kita pada ma’unah Allah SWT. Bahkan, akan menenteramkan jiwa kita sebagai modal dalam menghadapi tantangan, rintangan, dan halangan di jalan dakwah, “…ala bidzkrillahi tathma’innal quluub…. Dzikrullah akan membawa pelakunya menjadi a’dho yang qonaah atas setiap keputusan dan kebijakan jamaah karena dia akan selalu husnudz-zhan dan berpikir positif. Sikap ini tentunya dilanjutkan dengan kreasi-kreasi dalam menjalankan amr jama’ah.
  2. Taat kepada Allah SWT dan kepada Rasul SAW. Faktor kemenangan dakwah ditandai dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ma’rakah Badr menjadi monumen kemenangan tentara kebenaran dalam ketaatannya kepada Allah dan Rasul. Sebaliknya, di perang Uhud inflasi ketaatan telah berakibat kekalahan. Oleh karena itu, jangan pernah kita menganggap remeh, mudah, bahkan meninggalkan ketaatan itu.
  3. Tidak Berbantah-bantahan (adamut tanaju) Prinsipnya, berbeda pendapat adalah biasa. Tapi, menjadi tidak biasa ketika perbedaan pendapat tersebut teraktualisasi menjadi friksi-friksi atau benturan-benturan kepentingan yang tidak lillah yang pada gilirannya akan berakhir dengan terbentuknya faksi-faksi, atau kelompok, atau golongan. Itulah yang tengah terjadi dalam masyarakat negeri ini. Untuk itu, soliditas struktural dan personal menjadi hal mutlak dalam menjalankan dakwah. Bagaimana mungkin terbentuk wihdatul ummah sementara tidak terjadi wihdatul shufuf di kalangan pejuang Islam sendiri. Alhamdulillah, jama’ah kita diberkahi Allah SWT dengan orang-orang yang sadar akan hal tersebut sehingga matanatut tanzhimiyah terjadi di jamaah kita ini.
  4. Bersabar Allah SWT menyuruh kita agar bersabar dalam segala hal, termasuk dalam dakwah. Akan tetapi, yang jauh lebih penting agar kita tetap sabar dalam menghadapi musibah kehidupan seperti kematian orang yang kita cintai, jatuh ke lembah papa setelah mengalami hidup layak, atau perasaan takut bahwa hal tersebut akan menimpa kita. Ini diterangkan oleh Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 155,”Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.\” Kabar gembira buat orang yang bersabar, \”Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raaji\’uun. (Sesungguhnya kami berasal dari Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.)\” (Q.S. 2/Al-Baqarah: 156). Adapun balasan bagi orang yang sabar adalah keberkahan, kesempurnaan, rahmat dan petunjuk dari Allah.

    \”Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.\” (Q.S. 39/Az-Zumar: 10).

    Allah SWT akan mencukupkan pahala bagi orang yang sabar itu tanpa batas. Kemenangan Rasulullah SAW dalam perjuangan menegakkan Islam adalah buah dari kesabaran.

  5. Tidak takabur (‘adamul bathr) Alhamdulillah, patut kita syukuri bahwa jamaah dakwah di lingkungan kita semakin hari semakin banyak.Namun kita harus ingat, kekalahan kaum muslimin di perang Hunain justru di saat kaum muslimin berperang dalam jumlah pasukan yang besar.Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka, \”Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.\” (Q.S. 9/At-Taubah: 46) Penyebab kekalahan tersebut dikarenakan sifat ujub berlebihan. Yang terpenting bagi kita adalah menggiring sambutan, julukan dan gelar masyarakat tadi menjadi benar-benar memenangkan partai ini pada pemilu mendatang.
  6. Ikhlas (‘adamu riya’) Ikhlas, titik. Itu mungkin kata kunci yang akan menyelamatkan amal kita di akhirat kelak. Inilah sifat yang amat dikhawatiri para sahabat Rasul SAW. Termasuk kekhawatiran Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang hal ini, sehingga beliau senantiasa berdoa dan berlindung dari sifat riya’ ini,“Allahumma inna naudzu bika min annusyrika bika syai’an na’lamuh wa nastaghfiruka lima laa na’lamuh.”Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,Demikianlah, sejatinya mai’yatullah itu akan menumbuhsuburkan optimisme dalam diri kita dalam menyongsong kemenangan dakwah. Terlebih, ketika ma’iyatullah itu dibingkai dalam akhlak harakiyah yang tercermin dalam Surat Al-Anfal di atas. Akhirul kalam billahi taufiqi wal hidayah. In uriidu illal ishlahi mastatho’tu
sumber : info.dakwah (dengan sedikit perubahan)