Tuesday, December 11, 2007

Wahai embun pagi
Warnailah pagimu slalu
Dengan kilau kebeninganmu
Dengan tetes kesucianmu
Dan hembusan kesejukanmu

Kurindukan kesegaran itu...
Kesegaran yang akan melumuriku...
Kesegaran yang kunanti
selalu...
Ketika ruhiyah ini membutuhkan percikan embun kesegaran itu...

Biarkan embun itu datang...
Biarkan kesejukan itu menghampiri...
di setiap pagi..
di jiwa ini...

Sampai kurasakan
Getaran ke-agunganMu
Allah Ar-Rahman...


IKHWAN SEJATI

Seorang remaja pria bertanya pada ibunya, "ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati". Sang ibu tersenyum dan menjawab "Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tapi dari kontribusi dan kasih sayangnya pada orang-orang disekitarnya, Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutan tuturnya dalam mengatakan kebenaran, Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati di tempat kerjanya, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumahnya, Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan, Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang tersembunyi di balik dada itu. Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya Akhwat yang memuja, tetapi dari Komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya, Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari kesabaran dan ketabahannya dalam menjalani likuan kehidupan, Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya dia membaca Qur'an, tetapi dari konsistennya menjalankan dari apa yang dia baca".

....setelah itu, ia kembali bertanya...

" Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu ?"
Sang Ibu memberinya buku dan berkata.... "Pelajari tenteng dia..." ia pun mengambil buku itu

"MUHAMMAD", judul buku yang tertulis di buku itu


.: diedit dari berbagai sumber :.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Cukup berat untuk menjadi seorang Muslim Sejati, maka kita jangan pernah lelah mencari petunjukNya, mencari RahmadNya, serta senantiasa Bergerak, dan terus Bergerak menggapai keRidhoanNya...

SeBuaH PeRjaLaNaN PanJanG....!!!
MeRajuT AsA, MeRangKai HaraPaN....!!!

Monday, December 10, 2007


BERGERAK ATAU TERGANTIKAN

Siapakah yang dimaksud dengan generasi 5:54 itu? Mereka adalah generasi yang disebutkan dalam Al Qur’an surat 54(Al Ma’idah) ayat 54.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu`min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”

Ciri-ciri generasi atau kaum itu adalah:
1. Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya,

2. Bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu`min
3. Bersikap keras terhadap orang-orang kafir
4. Yang berjihad dijalan Allah
5. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela

Apakah kita termasuk di dalamnya? Jika belum, maukah kita menjadi bagian daripadanya? Merekalah yang dijanjikan oleh Allah mendapat pertolongan dan karunia-Nya.
Ataukah kita justru menjadi generasi yang tergantikan yang tercantum di awal ayat tersebut? Generasi yang murtad atau yang lemah yang tidak sepenuh hati mencintai Allah, tidak bersikap lembut terhadap orang mu’min, lemah terhadap orang kafir, tidak berjihad di jalan Allah takut terhadap ejekan orang.
Jadi inget sebuah moto yang sering saya gunakan sebagai penyemangat. BERGERAK ATAU TERGANTIKAN! Jika kita menjadi lemah, tidak bergerak atau berjihad dalam menegakkan agama Allah, dalam beramar makruf nahi mungkar, maka kita akan tergantikan oleh gerasi yang lain yang lebih baik dari kita. Dalam sebuah amanah wajar jika ada regenerasi, bukan itu yang dimaksud disini. Karena selepas dari satu amanah dakwah maka dia bisa pindah ke amanah dakwah yang lain. Jangan anggap amanah dakwah sebagai sebuah beban, tetapi justru sebuah nikmat karena kita masih berada di jalan dakwah. Bisa jadi dengan tidak adanya amanah justru membuat kita rentan futur. Kereta dakwah akan terus berjalan dengan atau tanpa keberadaan kita, tinggal kita yang memilih untuk tetap berada di dalamnya menuju tujuan ataukah kita berhenti di tengah jalan tidak meneruskan perjalanan. Pindah ke gerbong yang lain tidak masalah asalkan masih berada dalam kereta dakwah. Misalnya, selepas dakwah sekolah ada dakwah kampus, selepas dari kampus ada dakwah pasca kampus, dan sebagainya, masih banyak lahan dakwah yang lain. Di setiap jengkal bumi Allah yang disitu ada manusianya maka disitu berhak pula ditegakkan agama Allah

Sumber : embuntarbiyah.wordpress.com

Tuesday, December 04, 2007


AKU BANGGA PADAMU YAH...!!!


Sekali lagi ayah mengajarkanku tentang arti perjuangan dan pengorbanan. "Jika kau ingin hidup, maka kau harus berjuang, dan perjuangan tak kan ada artinya tanpa pengorbanan. Dan dengan kerja keras-lah untuk meraih itu semua, serta dengan keihlasan dalam menjalaninya" seolah seperti itu ayah mengajarkanku.

Ayah punya cara sendiri dalam membina anak-anaknya, aku masih ingat bagaimana sakitnya "tendangan" ayah pas aku masih kelas 2 SD atau nangis sampe serak yang ga digubris karena beberapa jam di kurung di kamar mandi pas masih TK, itu semua karena kenakalanku. Ya, mungkin itu adalah salah satu caranya untuk mendidik anaknya tentang arti KEDISIPLINAN. Bagaimana seorang anak itu harus nurut pada bapaknya. "jek cilik wis wani karo wong tuwek, arep dadi apa kowe sesuk le, bla bla bla... lsp(lan sak piturute-dll)" kata-kata itulah yang sering terdengar di telingaku. Memang bapak waktu itu memang orang kolot, jadi cenderung lebih memberi hukuman fisik kepada anak laki-lakinya.

Sejak kelas 1 SD, ayah sudah mengenalkanku dengan sawah. Karena memang dari sinilah keluargaku "hidup", karena gaji seorang guru SD tidak cukup intuk membiayai semua keperluan rumah. Mulai kelas 3 sudah dikasih "pacul". Kata beliau "belajaro macul le, sesuk ben isa ngewangi ayah". Pertama megang, ya telapak tangan lecet-lecet. Ya, mungkin beliau sedang ingin mengajari tantang arti sebuah KERJA KERAS kepadaku.

Dalam hal agama-pun ayah juga sangat keras, tidak segan ia menghukumku jika aku lalai atau males dalam sholat 5 waktu, sampe pernah aku nangis "berok-berok" karena dipaksa ngaji oleh beliau.

Ya, mungkin itu bahasa kasih dan bahasa sayang ayah kepadaku, dan mungkin baru sekarang aku bisa menerjemahkannya.

Namun seiring berjalanya sang waktu, beratnya beban, bertambah pula kesibukan ayah. Dan mungkin karena aku juga sudah mulai punya adek baru, jadi "perhatiannya" kepadaku berkurang, aku jadi rindu tendangan atau bentakan lantang suaranya yang mengingatkan akan kesalahanku. Kira-kira semenjak kelas 3 SMP beliau serasa hidup dalam dunianya sendiri, hidup dalam kesibukannya. Setiap pagi setelah sholat shubuh, sudah memanggul cangkul atau semprotan untuk pergi ke sawah, jam setengah tujuh mandi, siap-siap untuk berangkat ngajar ke sekolah, kadang sampai ga sempat sarapan. Pulang sekolah biasanya agak sore karena memberi pelajaran tambahan buat siswanya. Sepulang sekolah, kalo sempat istirahat 5-10 menit, habis itu balik ke sawah lagi dan pulang menjelang maghrib. Ya, cuma waktu selepas maghrib inilah yang sering tersisa buat keluarga, karena ba'dha isya sering rapat urusan desa karena ayah adalah ketua BPD, selesainya pun sudah larut malam, atau kalo ga urusan BPD ya urusan laen, mungkin karena memang di desaku ayah salah satu orang yang di-tokohkan.

*****************************************************

Hingga sekarang, saat aku sudah menginjak semester 7 di bangku kuliahku, aku masih rasakan pancaran semangatnya, semangatnya untuk tetap berjuang, berjuang dalam menghadapi kehidupan, mencapai kehidupan yang lebih baek.

Itu dibuktikannya kemarin, tepatnya sepekan kemarin. Siang itu ayah sibuk ngurus urusan sekolah, sorenya ngurus sertifikasi guru, dan kebetulan ada acara seleksi kepala sekolah. Habis maghrib harus standby di balai desa, untuk mbahas pengesahan Kepala Desa (karena 2 hari sebelumnya ada coblosan Lurah), dan kebetulan ayah adalah koordinator pembentuk panitia pemilihan Kades. Kira-kira jm setengah 11, ayah berencana ke warung, untuk beli nasi goreng karena dari siang mungkin perut ayah belum sempat kemasukan nasi, ya karena rumah kami di desa, dan hari sudah malam, ayah ngajak teman untuk ikut, karena harus melewati bulak (persawahan) untuk ke warung nasi itu. Belum sampai warung, "mak Grobyak" (~logat orang jawa~) ayah nabrak seseorang yang naek sepeda onthel. Mungkin orang ngamen "mendhem" karena naek sepedanya "sleyat-sleyot". Dan, beruntunglah, Allah mengirimkan seorang pahlawan penolong, tak berselang lama. Dengan sisa tenaganya ia hentikan sebuah motor berboncengan 3 orang anak muda. "mas tulungono aku mas, sirahku bocor iki mas. Tulung terno aku nang rumah sakit. Tulungono pisan koncoku kuwi mas, saiki wonge ga sadar" ya mungkin seperti itulah yang bapak ucapkan ke 3 orang pemuda tadi. Ealahh... ternyata dari mulut mereka juga bau alkohol, tapi Alhamdulillah dari mereka ada yang mau ngantar ayah ke Rumah Sakit. Ada kira-kira 18 jahitan di kepala, 8 jahitan di pelipis dan belasan jahitan di atas bibir. Sangatlah beruntung, ayah masih sadar ketika itu, karena bisa jadi ayah kehabisan darah, soalnya kejadian itu di tengah malam dan berada di tengah sawah. Dan tentu saja sepi orang pula, wong di tengah sawah... Ketika jahitan ayah hampir selesai, barulah sadar teman ayah tadi, katanya, kepalanya merasa pusing, dan beliau malah ga ingat, perasaannya dia tadi ada di rumah, tapi kenapa sekarang kok di rumah sakit...Tapi meski begitu, kata orang jawa, "slamet, sing bocor mek mustakane (kepala) njenengan yah." Dan masih untung pula, meski tanggal tua, ga perlu ngutang bwt bayar rumah sakit, karena barusan saja dapat pesangon dari desa setelah mensukseskan proses pilkades di desaku...

Dan disinilah perjuangan itu, sebenarnya besok pagi ayah harus berangkat ke Malang, guna ikut diklat sertifikasi guru.

Dan akhirnya ayah NEKAT pula berangkat, tapi izin ke panitia di hari pertama. Dengan berat hati ibu-pun mendukung keinginan ayah yang nekat itu. Bahkan untuk makan nasi saja masih belum bisa, karena mulut ayah hanya bisa terbuka sedikit soalnya ada jahitan di bibirnya. Kalo makan pake bubur atau roti yang dikasih susu, baru pas lembek disedot pake sedotan. Untung ada mas di rumah, jadi dengan naek travel ayah berangkat ke malang diantar mas. Sesampai di tempat diklat yang diikuti hanya 250an guru SD-SMP se Jawa Timur itu, ayah jadi tontonan, jadi pusat perhatian mereka, kok ada juga orang senekat ayah, tapi ayah santai saja, padahal ada beberapa lapis perban di kepala beliau. Bahkan aku baru tahu pas ayah sudah di malang ketika ibu telepon kalo aku disuruh pulang untuk menemaninya dirumah, pas aku tanya alasannya baru beliau bercerita kalo ayah di malang, dan mas ngantar ayah karena harus ditemani. Sebenarnya sempat kecewa karena baru hari itu aku dikasih tahu, padahal hari minggu itu aku telepon ke rumah, dan ibu bilang kalau keadaannya baek2 saja, ibu ga bilang keadaan ayah, (iya yang baek ibu, tapi ayah kan habis jatuh...) jadi inget kejadian pas eyang meninggal dulu. padahal eyang waktu itu sudah dirawat 10 hari di rumah sakit, dan aku diberitahu tiba-tiba sudah tiada, pas ada kuliah lagi, dan ga bawa sepeda waktu itu. setelah dapet pinjaman, dengan segenap kemampuan sepeda motor pinjaman itu aku kebut kesana (ya memang ini salah satu hobiku, ngebut di jalan). Tapi sampe sana hanya cuma bisa liat gundukan tanah yang masih basah, dan 2 batu nisan bertuliskan nama eyang. Ya, mau nyalahkan siapa, toh ga ada yang salah...

Akhirnya baru besok sorenya aku bisa pulang, karena harus ngerjakan beberapa tugas kelompok dan beberapa laporan yang sudah deadline. tapi aku ga pulang langsung ke kediri, aku lewat malang untuk melihat keadaan ayah dulu. Setelah dengan perjuangan yang melelahkan, akhirnya baru jam 10 aku bisa menemukan tempat ayah diklat. Pertama lihat agak kaget, namun karena jaket dan bentuk tubuh beliau aku hafal betul akhirnya aku menghampirinya, katanya baru saja selesai materi. Ya Allah, begitu gigihnya beliau batinku, dengan kondisi muka yang masih lebam-lebam dan luka-luka di beberapa bagian tubuh beliau yang belum benar-benar kering, beliau rela "berjuang sendirian" disini, kalo aku pikir-pikir untuk apa dan siapa ayah mau melakukan ini semua...??? Ya memang untuk ikut diklat ini butuh perjuangan, dan jika lulus nanti kata beliau, gajinya bisa dapat 2 kali lipat,. Jadi untuk siapa lagi kalo bukan untuk keluarga. Setelah bicara ngalor-ngidul, ngetan-ngulon tak terasa ternyata jam sudah menunjukkan setengah 12, sudah waktunya ayah istirahat pikirku, kan besok pagi suadah ada materi ladi. Dengan menahan dinginnya hawa malam Songgoriti, akhirnya aku pamit ke ayah untuk balik ke malang nginap di rumah teman, karena sudah tengah malam, ga mungkin kalo balik ke kediri..

****************************************************

Aku bangga padamu yah...!!! Aku bangga punya ayah sepertimu...!!! Semoga aku mewarisi bara semangat perjuanganmu, mewarisi keikhlasan pengorbanan demi keluarga, seperti sifatmu yah...!!!

Maafkan anakmu, jika sampai detik ini hanya bisa menyusahkanmu, hanya bisa merepotkanmu, yang hanya meminta saja kepadamu... Tapi aku masih punya mimpi, ketika suatu saat kelak, kau akan memelukku dalam dekapan penuh kasihmu, dan kau bisikkan "AKU BANGGA PADAMU, NAK" dan akupun menangis, seperti tangisan waktu kecilku dulu dan engkaupun berucap "Hai anak lelaki, nggak boleh cengeng...!!!"

(farid, anakmu yang sedang berjuang, butuh doa serta dukunganmu)